Comment

"Jangan Lupa Tinggalkan Comment Ya', Matur Nuwun"
Tampilkan postingan dengan label Sunnah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sunnah. Tampilkan semua postingan

Senin, 20 September 2010

Pesan-Pesan Umar Bin Khattab

Sumber Gambar: www.forum.detik.com


Umar Bin Khattab atau nama lengkapnya Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza, lahir di Mekkah, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy (penyembah berhala). Ayahnya bernama Khaththab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Dia sangat kuat dan pernah menjadi juara gulat di Mekkah.

Sebelum memeluk Islam, sebagaimana tradisi kaum jahiliyah Umar sering mabuk-mabukan bahkan mengubur putrinya hidup-hidup. Sebagaimana dia pernah berkata:
"Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku".
Sebelum masuk islam Umar adalah orang Quraisy yang berkeinginan kuat ingin membunuh Nabi Muhammad SAW. Di sebuah perjalan Umar bertemu dengan Nu'aim bin Abdullah (seorang mukmin) yang memberitahukan bahwa saudara perempuan Umar telah masuk islam. Langsung Umar menemui saudaranya dan marah seketika melihat saudaranya sedang membaca Al-Qur’an (surat Thoha). Dipukulnya saudara Umar hingga berdarah hingga Umar sendiri merasa iba pada saudaranya. Dibacanya terjemahan surah Thoha itu sehingga membuat jiwa Umar terguncang dan akhirnya Umar pun memeluk agama islam.
Umar adalah salah seorang yang ikut pada peristiwa hijrah ke Yatsrib (Madinah) pada tahun 622 Masehi. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Ia adalah salah seorang sahabat dekat Nabi Muhammad SAW.
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Kemudian setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk menggantikannya. Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara, dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
 Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara yang haq dan bathil. Semasa Umar masih hidup Umar meninggalkan wasiat yaitu:
1.    Jika engkau menemukan cela pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu. Karena celamu lebih banyak darinya.
2.    Bila engkau hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu. Karena tidak ada musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
3.    Bila engkau hendak memuji seseorang, pujilah ALLAH SWT. Karena tiada seorang manusia pun lebih banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain ALLAH SWT.
4.    Jika engkau ingin meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab apabila engkau meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
5.    Bila engkau bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiplah untuk mati. Karena jika engkau tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi dan penuh penyesalan.
6.    Bila engkau ingin menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan memperolehnya kecuali dengan mencarinya.

Semoga ada manfaat dari postingan ini. Aamiin.
Referensi: http://www.wikipedia.org



Selengkapnya...

Rabu, 10 Maret 2010

Hukum Bertepuk Tangan

Bertepuk tangan dalam pertemuan-pertemuan merupakan perbuatan jahiliah. Pendapat yang paling ringan menyatakan hukumnya makruh. Dan yang lebih nyata dari dalil-dalil yang ada adalah bahwa hal itu haram, karena kaum muslimin dilarang menyerupai orang-orang kafir. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menyebutkan sifat orang kafir penduduk Makkah:
وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاءً وَتَصْدِيَةً
“Shalat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan.” (Al-Anfal: 35)

Para ulama berkata: الْـمُكَاءُ adalah siulan sedangkan التَّصْدِيَةُ adalah tepuk tangan. Dan yang sunnah bagi seorang mukmin ketika melihat atau mendengar sesuatu yang mengagumkan atau yang dia ingkari adalah mengucapkan Subhanallah (Maha Suci Allah) atau Allahu Akbar (Allah Maha Besar), sebagaimana hal ini shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits.
Dan disyariatkan tepuk tangan khusus bagi wanita ketika mereka mengingatkan sesuatu dalam shalat, atau ketika mereka shalat bersama laki-laki dan imamnya lupa. Ketika itu disyariatkan bagi wanita untuk mengingatkan dengan tepukan tangan. Adapun laki-laki mengingatkan imam dengan tasbih (ucapan Subhanallah) sebagaimana hal ini shahih dari Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari sini diketahui bahwa tepuk tangan bagi lelaki adalah perbuatan menyerupai orang kafir dan wanita. Keduanya merupakan hal yang dilarang bagi kaum lelaki. Allah Subhanahu wa Ta’ala sajalah yang memberi taufiq.
(Disebarkan dalam Fatawa beliau pada kolom Is`alu Ahla Adz-Dzikr yang beliau keluarkan dalam majalah bulanan Al-Arabiyyah, diambil dari Fatawa wa Maqalat Ibn Baz, jilid 6)
Selengkapnya...

Muamalah

 Penulis: Ustadz Muslim Abu Ishaq Al Atsari
Syariah, Hadits, 27 - Mei - 2003, 08:45:49


Pembicaraan tentang muamalah maka kaidah yang ada :
"Hukum asal muamalah itu boleh/halal untuk dikerjakan (selama tidak ada dalil yang melarangnya dan mengharamkannya").
Adapun perkara-perkara yang dilarang dan diharamkan dalam muamalah ini bisa kita sebutkan sebagai berikut :  

* Bermuamalah untuk mengganti aturan syariat
    Maka perkara ini tidak diragukan lagi kebatilannya dengan contoh mengganti hukum rajam bagi orang yang berzina dengan tebusan berupa benda. Hal ini pernah terjadi di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, seorang pemuda yang belum menikah berzina dengan istri orang lain. Ayah si pemuda menyangka hukum yang harus ditimpakan pada putranya adalah rajam maka ia ingin mengganti hukum itu dengan memberi tebusan kepada suami si wanita tersebut berupa seratus ekor kambing berikut seorang budak perempuan. Lalu ia dan suami si wanita mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk mengadukan hal tersebut dan meminta diputuskan perkara mereka dengan apa yang ada dalam kitabullah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab permintaan mereka :
    "Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku akan memutuskan perkara di antara kalian berdua dengan kitabullah. Kambing dan budak perempuan yang ingin kau jadikan tebusan itu ambil kembali, sedangkan hukum yang ditimpakan kepada putramu adalah dicambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama setahun".
    Lalu beliau shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada salah seorang dari shahabatnya untuk mendatangi wanita yang diajak berzina oleh pemuda tersebut untuk meminta pengakuannya. Dan ternyata wanita itu mengakui perbuatan zina yang dilakukannya hingga ditimpakan padanya hukum rajam. (Sebagaimana disebutkan riwayatnya dalam hadits yang dikeluarkan Imam Bukhari dalam shahihnya, pada Kitabul Hudud no. 2695, 2696, demikian pula Imam Muslim dalam shahihnya no. 1697, 1698)

    ** Bermuamalah dengan membuat akad/perjanjian yang dilarang oleh syariat.
    • Akad yang tidak layak untuk diputuskan. Seperti melakukan akad nikah dengan wanita yang haram untuk dinikahi karena sepersusuan atau mengumpulkan dua wanita yang bersaudara sebagai istri.
    • Akad yang hilang darinya satu syarat di mana syarat tersebut tidak bisa gugur dengan ridhanya kedua belah pihak . Seperti menikahi wanita yang sedang menjalani masa `iddah, nikah tanpa wali atau menikahi istri yang masih dalam naungan suaminya.
    • Melakukan akad jual beli yang diharamkan Allah subhanahu wa ta`ala, seperti jual beli dengan cara riba, jual beli minuman keras, bangkai, babi dan sebagainya.
    • Akad yang berakibat terdzaliminya salah satu dari dua belah pihak. Seperti seorang ayah menikahkan putrinya yang dewasa tanpa minta izin kepadanya. Maka akad ini tertolak ketika anak itu tidak ridha dan menuntut haknya namun bila ia ridha akad tersebut sah.
    Selengkapnya...

    Agama Ini telah Sempurna

    Penulis: Ustadz Muslim Abu Ishaq Al Atsari
    Syariah, Hadits, 27 - Mei - 2003, 08:45:49

    Allah subhanahu wa ta`ala berfirman :
    "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Aku cukupkan bagi kalian nikmat-Ku dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian". (QS. Al Maidah : 3)

    Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat di atas : "Hal ini merupakan kenikmatan Allah ta`ala yang terbesar bagi umat ini, di mana Allah ta`ala telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka, hingga mereka tidak membutuhkan agama yang lainnya, tidak pula butuh kepada nabi yang selain nabi mereka shallallahu 'alaihi wasallam, karena itulah Allah ta`ala menjadikan beliau sebagai penutup para nabi dan Dia mengutus beliau kepada manusia dan jin. Tidak ada sesuatu yang halal melainkan apa yang beliau halalkan dan tidak ada yang haram melainkan apa yang beliau haramkan,. Tidak ada agama kecuali apa yang beliau syariatkan. Segala sesuatu yang beliau kabarkan maka kabar itu benar adanya dan jujur, tidak ada kedustaan dan penyelisihan di dalamnya" (Tafsir Ibnu Katsir 2/14)
    Dengan keadaan agama yang telah sempurna ini dalam setiap sisinya maka seseorang tidak perlu lagi mengadakan perkara baru yang tidak pernah dikenal sebelumnya, apakah berupa penambahan ataupun pengurangan dari apa yang disampaikan dan diajarkan oleh beliau Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan dicontohkan serta diamalkan oleh salaf (pendahulu) kita yang shalih dari kalangan shahabat, tabi`in, atbaut tabi`in dan para imam yang memberikan bimbingan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri juga telah memberi peringatan dari perkara-perkara baru yang disandarkan kepada agama, sebagaimana dalam hadits Abdullah ibnu Mas`ud radliallahu anhu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda :
    "Berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru, karena sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap perkara yang diada-adakan itu bid`ah dan setiap bid`ah itu adalah kesesatan". (HR. Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah no. 25 dan hadits ini shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Albani rahimahullah)
    Hadits yang semakna dengan ini datang pula dari shahabat Al Irbadh Ibnu Sariyah radliallahu anhu.
    Bila kita menemui seseorang yang mengadakan perkara baru dalam agama ini dengan keterangan yang telah kita dapatkan di atas maka perkara itu batil, tertolak dan tidak teranggap sama sekali berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
    "Siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama kami ini apa yang bukan bagian darinya maka perkara itu tertolak".
    Kata Imam Nawawi rahimahullah : "Hadits ini jelas sekali dalam membantah setiap bid`ah dan perkara yang diada-adakan dalam agama". (Syarah Muslim, 12/16)
    Namun bila ada pelaku bid`ah dihadapkan padanya hadits ini, kemudian dia mengatakan bahwa bid`ah tersebut bukanlah dia yang mengada-adakan akan tetapi dia hanya melakukan apa yang telah diperbuat oleh orang-orang sebelumnya sehingga ancaman hadits di atas tidak mengenai pada dirinya. Maka terhadap orang seperti ini disampaikan padanya hadits :
    "Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalannya itu tertolak".
    Dengan hadits ini akan membantah apa yang ada pada orang tersebut dan akan menolak setiap amalan yang diada-adakan tanpa dasar syar`i. Sama saja apakah pelakunya yang membuat bid`ah tersebut adalah dia atau dia hanya sekedar melakukan bid`ah yang telah dilakukan oleh orang-orang sebelumnya. Demikian penerangan ini juga disebutkan oleh Imam Nawawi dengan maknanya dalam kitab beliau Syarah Muslim (12/16) ketika menjelaskan hadits ini.
    Al Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata : "Dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :
    لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
    ada isyarat bahwasanya amalan-amalan yang dilakukan seharusnya di bawah hukum syariah di mana hukum syariah menjadi pemutus baginya apakah amalan itu diperintahkan atau dilarang. Sehingga siapa yang amalannya berjalan di bawah hukum syar`i, cocok dengan hukum syar`i maka amalan itu diterima, sebaliknya bila amalan itu keluar dari hukum syar`i maka amalan itu tertolak. ("Jami`ul Ulum wal Hikam", 1/177).
    Selengkapnya...

    Selasa, 09 Maret 2010

    Ibadah

    Penulis: Ustadz Muslim Abu Ishaq Al Atsari
    Syariah, Hadits, 27 - Mei - 2003, 08:45:49

    Ibadah
    Adapun amalan ibadah maka kaidah yang ada dalam pelaksanaannya : "Ibadah itu pada asalnya haram untuk dikerjakan bila tidak ada dalil yang mensyariatkanya (memerintahkannya)". Akan tetapi dari sisi penerimaan atau penolakan amalan ibadah tersebut maka perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:
    1. Suatu amalan merupakan ibadah pada satu keadaan namun tidak teranggap pada keadaan yang lainnya sebagai ibadah. Misalnya :
    • Berdiri ketika shalat. Hal ini merupakan ibadah yang disyariatkan, namun bila ada orang yang bernadzar untuk berdiri di luar shalat dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta`ala tidaklah dibolehkan karena tidak ada dalil yang menunjukkan pensyariatannya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat seorang laki-laki berdiri di bawah terik matahari karena nadzar yang hendak ia tunaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta`ala kemudian beliau shallallahu 'alaihi wasallam dengan serta merta memerintahkan orang itu untuk duduk dan tidak berjemur di bawah terik matahari (sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari no. 6704)
    • Thawaf yang disyariatkan pelaksanaannya di baitullah namun ada di antara manusia yang melaksanakannya di selain baitullah seperti di kuburan wali atau yang lainnya.
    • Pelaksanaan haji di luar bulan haji
    • Puasa Ramadhan di luar bulan Ramadhan atau ketika hari raya padahal ada nash yang menunjukkan tidak bolehnya berpuasa pada hari raya tersebut.
    • Dan yang semisal dengan perkara-perkara yang telah kami sebutkan di atas.
    1. Suatu amalan yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam syariat. Misalnya :
    • Beribadah di sisi Ka`bah dengan siulan, tepuk tangan dan telanjang
    • Mendekatkan diri kepada Allah dengan mendengarkan musik/nyanyian dan minum khamar.
    Maka amalan seperti ini batil, tidak diterima bahkan ini merupakan kebid`ahan yang pelakunya dikatakan oleh Allah ta`ala :
    "Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang mensyariatkan bagi mereka dari agama ini apa yang Allah tidak mengizinkannya". (QS. Asy Syuura : 21)
       
    1. Menambah satu perkara atau lebih terhadap amalan yang disyariatkan. Amalan seperti ini jelas tertolak (akan tetapi dari sisi batal atau tidaknya ibadah tersebut maka perlu dilihat keadaannya). Misalnya :
    • Ibadah shalat yang telah disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta`ala ditambah jumlah rakaatnya. Yang demikian ini membatalkan ibadah tersebut.
    • Berwudhu dengan membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali. Yang demikian ini tidak membatalkan wudhu tersebut, namun pelakunya terjatuh pada sesuatu yang dibenci .

    1. Mengurangi terhadap amalan yang disyariatkan. (Dari sisi batal atau tidaknya maka perlu dilihat dulu terhadap apa yang dikurangi dari ibadah tersebut).
    • Shalat tanpa berwudhu sementara ia berhadats maka shalatnya itu batal karena wudhlu merupakan syarat sahnya shalat.
    • Meninggalkan satu rukun dari rukun-rukun ibadah maka ibadah itu batal.
    • Laki-laki yang meninggalkan shalat lima waktu secara berjamaah dan mengerjakannya sendirian, maka shalatnya itu tidaklah batal tapi shalatnya itu kurang nilainya dan ia berdosa karena meninggalkan kewajiban berjamaah




    Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel ini
    dengan mencantumkan sumbernya yaitu : www.asysyariah.com
    Selengkapnya...