(Terinspirasi dari membaca kisahnya Salman Al Farizi)
Seperti apakah kisah cinta yang kalian inginkan? (hahahaha...mulay dech alayy nya...) Apakah kalian menginginkan kisah cinta seperti kisahnya Laila-Majnun? Atau kisahnya Salman Al Farizi? Atau malah milih kisahnya Praboe Sembodo? Huek huek....he..
Kisah Laila-Majnun menceritakan seorang pemuda bernama Praboe Sembodo eh... Qais, seorang pemuda putra dari Al-Mulawwah yang mencintai seorang wanita bernama Laila, putri seorang pemimpin kabila bani amir Al Mahdi. Cinta Laila-Majnun tidak berjalan indah karena larangan adat yang tidak memperbolehkan bersatunya mereka berdua. Laila akhirnya menikah dengan Sa’ad bin Munif seorang saudagar kaya raya yang berasal dari Irak. Ayah Laila yaitu Al-Mahdi menerima lamaran tersebut karena tergiur harta. Laila di lamar dengan mas kawin 1.000 dinar. Sebelum mereka menikah, Al-Mulawwah berniat melamarkan Laila untuk Qais dengan mengganti 1.000 dinar dengan 100 unta. Tetapi ayah Laila dengan sombong menolaknya.
Setelah menikah ternyata cinta Laila kepada Qais tidak pernah pudar (kayak teh Rossa ya? he....) tetapi malah semakin menjadi. Setiap hari Laila hanya melamun. Sa'ad Bin Munif yang sebagai suami sahnya Laila tidak pernah menyentuh istrinya karena melihat keadaan Laila yang selalu tertekan batinnya. Keadaan yang berlarut menyebabkan Laila sakit. Banyak tabib ternama yang berusaha menyembuhkannya tetapi nihil hasilnya. Singkat cerita meninggal lah Laila. Pesan terakhir Laila kepada Qais adalah bahwa walaupun mereka tidak bersatu di dunia, mereka akan bersatu di akhirat.
Putus asa lah Qais setelah ditinggal mati oleh Laila. Apapun cara yang dia lakukan hingga seperti orang gila (sehingga di sebut dengan Majnun yang artinya gila) ternyata tidak bisa menjadikan mereka bersatu. Setiap hari Majnun merintih di pusaran Laila hingga meninggal yang akhirnya dikuburkan bersanding dengan pusara Laila.
Apa saja yang membuatmu bahagia...
Telah kulakukan untukmu demi mengharapkan cintamu...
Kini kubagai menanti datangnya pelangi...
Di malam hariku yang sepi...
Hee...nyomot laguna si Pidi (Red: Vidi) yang judulnya "Pelangi di Malam Hari".. Bukankah seharusnya kecintaan pada apa yang di dunia tidak boleh membutakan hati kita, sehingga tidak bisa menjadikan perantara kita untuk menjadikannya bekal kemudian di akhirat?
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita- wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Sedangkan cerita Salman Al Farizi kurang lebih begini....
Salman Al Farizi (Persia) memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita anshar (Madinah) yang mukminah lagi shalehah telah mengambil tempat di hatinya. Mengkhitbah wanita pribumi haruslah tau tradisinya, maka dari itu Salman meminta bantuan Abud Darda', seorang sahabat anshar yg dipersaudarakan dgn Salman.
Abud Darda' berkata '' Ini adalah Salman seorang persia. Allah telah memuliakannya dengan islam dan ia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah sampai beliau menyebutnya sebagai ahli baitnya. Saya datang mewakili saudara saya Salman untuk melamar puteri anda''.
Ayah sang wanita berkata '' Adalah kehormatan kami menerima anda berdua apalagi bermenantukan shahabat Rasulullah. Tetapi hal ini saya serahkan sepenuhnya kepada puteri kami''.
Ibu sang wanita berkata '' Maafkan atas keterusterangan ini. Puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abud Darda' memiliki urusan yang sama maka puteri kami memiliki jawaban mengiyakan''.
Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah. Sebuah perasaan di mana cinta dan persaudaraan berebut tempat dlm hati. Malu yang membuncah sekaligus sebuah kesadaran bahwa ia belum punya hak sedikitpun atas wanita yang dicintainya.
Salman berkata '' Allahu Akbar, semua mahar dan nafkah yang talah kupersiapkan ini akan aku serahkan kepada saudaraku Abud Darda' dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian''.
Reff: Pelangi di Malam hari
Cinta…tak harus memiliki, tak harus menyakiti...
Cintaku tak harus mati...
Oh cinta…tak harus bersama, tak harus menyentuhmu...
Membiarkan dirimu dalam bahagia...
Walau tak disampingku, itu ketulusan cintaku...
Cintaku tak harus mati...
Oh cinta…tak harus bersama, tak harus menyentuhmu...
Membiarkan dirimu dalam bahagia...
Walau tak disampingku, itu ketulusan cintaku...
He....lagi-lagi nyomot lagunya Pidi, euleh...euleh...
Today Quote: Allah tidak melarang yang namanya cinta, bahkan dalam Al-Qur'an Allah telah mengaturnya. Cinta pada manusia bukanlah akhir dari tujuan hidup kita. Cinta selayaknya di jadikan perantara dalam menggapai ridla Illahi bukannya menjadi api yang membakar diri kita sendiri kelak di akhirat. Bismillah, semoga kita bisa saling mengingatkan, menguatkan, saling menasehati dalam kesabaran dan kebaikan.
Today Quote: Allah tidak melarang yang namanya cinta, bahkan dalam Al-Qur'an Allah telah mengaturnya. Cinta pada manusia bukanlah akhir dari tujuan hidup kita. Cinta selayaknya di jadikan perantara dalam menggapai ridla Illahi bukannya menjadi api yang membakar diri kita sendiri kelak di akhirat. Bismillah, semoga kita bisa saling mengingatkan, menguatkan, saling menasehati dalam kesabaran dan kebaikan.
Jika ada kesalahan dalam saya menuliskan ceritanya, mohon untuk dibenarkan. Terima kasih..
Bagus mas...
BalasHapustapi yang aku bingung, kenapa trakhirnya, "Ayo serbu..."???
siapa yang mau diserbu? mana? mana? mana? hehehe....
mas, tukeran link yuk....
aku lagi belajar ngeblog niy...hehe...
www.intansulistyosari.wordpress.com
Oke Buk Intan, makaci komentarnya, makasih juga ngasih wordpress-nya... Mari budayakan menulis
BalasHapus